Semua peluang tidak selalu harus dengan "Uang" melainkan dengan niat yang benar, tekad yang kuat dan kerja keras diiringi dengan doa yang tiada pernah terputus di setiap waktunya. Jangan sampai 'Uang' adalah kendala untuk sahabat bisa menunjukkan kualitas terbaik dan mewujudkan mimpi-mimpi yang telah ditetapkan.
Kita sering mendengar dan kita pahami, bahwa sebaik-baiknya sekolah adalah keluarga dan Ibu adalah sebaik-baiknya madrasah untuk anaknya. Tidak dipungkiri untuk menjadi sekolah terbaik dan madrasah terbaik bagi regenerasi tentu saja diiringi dengan kualitas, keterampilan, ilmu, pengetahuan, wawasan, budi pekerti hingga pendidikan yang tinggi, makanya ada istilah emansipasi perempuan dimana perempuan berhak memperoleh hak pendidikan yang setara dengan kaum adam. Namun demikian, tingginya pendidikan dan kualitas seorang perempuan bukan berarti menjadi perempuan karier secara penuh.
Berawal dari sebuah dedikasi untuk mewujudkan sekolah terbaik dan menjadi madrasah terbaik untuk anak-anak penulis terus berusaha mengikhtiarkan meningkatkan kualitas karena kita tidak bisa menutup mata tentang pesatnya perubahan di segala bidang, mencari ilmu setingginya agar tidak tergerus oleh zaman dan menjadi Ibu yang lebih siap mendampingi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak "menjadi google untuk anak-anak". Berangkat darisana, untuk menjadi bagian dari masa depan haruslah 'melek' tidak hanya melek teknologi tapi melek informasi dan jangan menutup telinga, begitupula islam menjelaskan betapa sulitnya untuk menjadi pendengar yang baik karena kebanyakan lisan yang sering mengambil andil.
Baca Juga Menikah di Usia Muda, Why Not?
Ini bukan sekedar beruntung atau orang Sunda bilang 'milik' tetapi apa yang ada adalah apa yang diikhtiarkan. Hari ini kita tahu berpa uang yang harus dikeluarkan untuk mengikuti Konferensi Internasional terlebih jika bekerjasama dengan negara-negara lain, setidaknya sahabat harus mengeluarkan kocek sebesar "Rp 6.500.000,00 sampai Rp 15.000.000,00" dan itu belum termasuk biaya penginapan, makan dan transport. Dan penulis berkesempatan mengikuti Internasional Konferensi plus Workshop yang semua biaya ditanggung oleh penyelenggara. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, Assosiation Woman Studies dan Komnas Perempuan yang akan diselenggarakan pada 27-28 April 2018 1st Floor Widya Graha Building LIPI Jakarta, Indonesia.
Nama kegiatannya adalah International Conference and Workshop on Gender yang mengangkat tema Women's Leadership and Democratization in The 21 Century Asia. Kegiatan ini melibatkan Narasumber dari negara-negara di Asia dan diikuti oleh negara-negara yang ada di kawasan Asia.
Kegiatan ini membahas mengenai; Kepemimpinan perempuan menonjol di Asia. Banyak faktor, seperti posisi perempuan yang relatif tinggi di masyarakat, hak ekonomi yang sama, sifat pelengkap tugas pria dan wanita, ikatan keluarga, dan dinasti politik, adalah beberapa faktor yang diyakini dapat menjelaskan fenomena tersebut. Namun, faktor tersebut tidak lagi cukup untuk menjelaskan peningkatan lebih banyak pemimpin wanita Muslim di Asia di bawah demokratisasi dan peningkatan Islamisasi di abad ke-21. Analisis komprehensif diperlukan untuk mengungkap keadaan terkini dari seni kepemimpinan perempuan di Asia abad ke-21.
Meningkatnya kepemimpinan perempuan di abad ke-21 di Asia telah disekitarnya dengan ekonomi sosio global dan transformasi politik. Dari awal 1970an sampai akhir 1990an negara-negara di Asia Tenggara mengubah ekonomi mereka yang menghasilkan kinerja pertumbuhan ekonomi yang sangat baik di kawasan ini. Krisis keuangan 2008 mengubah konfigurasi kekuatan global. Sementara sebelumnya lokus kekuatan politik dan ekonomi ada di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat, sekarang berayun ke China, India, negara-negara Asia Tenggara, dan kawasan Asia Pasifik. Di bawah arsitektur global yang baru, negara-negara Asia melanjutkan demokratisasinya, salah satunya ditandai dengan meningkatnya tren kepemimpinan perempuan, di tingkat nasional, lokal dan akar rumput. Kepemimpinan dalam pengertian ini mengacu pada tidak hanya wanita yang memegang posisi politik resmi, tapi juga wanita yang menjadi pemimpin dalam kehidupan sehari-hari, dalam keluarga dan masyarakat.
Di luar perkembangan positif ini, kita menyaksikan lebih banyak tantangan yang dihadapi wanita di Asia Abad 21. Beberapa diantaranya adalah: konflik sosial antar negara dimana perempuan dan anak sering menjadi korban, meningkatnya ancaman terorisme dan radikalisme, diskriminasi terhadap perempuan atas nama agama dan moralitas, feminisasi kemiskinan, kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak, meningkatnya risiko perubahan iklim , adaptasi perempuan / laki-laki / anak terhadap perubahan keluarga akibat urbanisasi Asia, meningkatnya masalah kesehatan reproduksi, dan meningkatnya kasus perdagangan perempuan sebagai konsekuensi kebebasan bergerak di bawah ASEAN Economic Community (AEC), dan tantangan untuk mendapatkan keuntungan dari sains, teknologi dan doa (IMS). Secara normatif, pemimpin perempuan (internasional, nasional, lokal) yang terpilih dalam demokratisasi dua puluh Asia abad pertama diharapkan menyadari memiliki perspektif gender untuk mengatasi tantangan kontemporer tersebut.
Kegiatan ini pun bertujuan Untuk memahami fitur kepemimpinan perempuan dan demokratisasi di abad ke-21 Asia. Untuk memahami konsep demokratisasi dari perspektif perempuan untuk membedakannya dari perspektif kelembagaan demokratisasi. Mengumpulkan pengalaman empiris kepemimpinan perempuan dan demokratisasi di Asia Abad 21 dari berbagai negara. Untuk memahami isu-isu umum perlu ditangani oleh pemimpin perempuan di Asia abad ke-21. Merumuskan strategi untuk memastikan pemimpin perempuan memiliki perspektif dan kebijakan gender.
Pada titik ini, ada beberapa pertanyaan yang perlu dijawab untuk mengungkapkan keadaan seni kepemimpinan dan demokratisasi wanita saat ini di abad ke-21 Asia:
1. Apa ciri kepemimpinan perempuan (pemimpin perempuan dalam posisi politik resmi, dan juga pemimpin wanita dalam kehidupan sehari-hari) yang muncul dalam demokratisasi di Asia abad ke-21?
2. Berdasarkan pengalaman dan pengetahuan mereka, apakah demokratisasi menurut perempuan di Asia?
3. Isu inti apa yang harus dihadapi oleh para pemimpin perempuan di seluruh negara di Asia?
4. Apa strategi untuk menumbuhkan kebijakan responsif gender?
Dari beberapa sub tema tersebut, penulis berkesempatan menjadi pembicara (presenter) dengan mengangkat Democratization of Women Educated Toward Family Change in the 21st Century of Asia, yang menjaelaskan demokratisasi perempuan terdidik (baca: berpendidikan) dalam perannya, pengaruhnya terhadap perubahan keluarga di Abad 21 Asia sebuah dedikasi untuk keluarga dan anak-anak dari calon ibu yang mengikhtiarkan yang terbaik karena mendidik anak dimulai sejak dalam kandungan.
Hari ini apa kontribusimu untuk Indonesia? Jika terlalu berat, apa kontribusimu untuk keluarga? Baiklah yang lebih sederhana, apa kontribusimu untuk diri sendiri? Hanya sebuah pertanyaan memang benar, apakah sahabat ingat tentang Albert Einsten? Ya, seseorang yang sangat menginspirasi, seseorang yang pernah berkata,"Lebih dari seratus kali dalam sehari saya mengingatkan diri saya, bahwa saya karena hasil kerja keras orang lain, baik yang masih hidup maupun yang sudah mati, maka saya harus bekerja untuk memberikan sesuatu yang sebanding dengan yang telah dan yang masih saya terima hingga hari ini".
Kita sering mendengar dan kita pahami, bahwa sebaik-baiknya sekolah adalah keluarga dan Ibu adalah sebaik-baiknya madrasah untuk anaknya. Tidak dipungkiri untuk menjadi sekolah terbaik dan madrasah terbaik bagi regenerasi tentu saja diiringi dengan kualitas, keterampilan, ilmu, pengetahuan, wawasan, budi pekerti hingga pendidikan yang tinggi, makanya ada istilah emansipasi perempuan dimana perempuan berhak memperoleh hak pendidikan yang setara dengan kaum adam. Namun demikian, tingginya pendidikan dan kualitas seorang perempuan bukan berarti menjadi perempuan karier secara penuh.
Berawal dari sebuah dedikasi untuk mewujudkan sekolah terbaik dan menjadi madrasah terbaik untuk anak-anak penulis terus berusaha mengikhtiarkan meningkatkan kualitas karena kita tidak bisa menutup mata tentang pesatnya perubahan di segala bidang, mencari ilmu setingginya agar tidak tergerus oleh zaman dan menjadi Ibu yang lebih siap mendampingi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak "menjadi google untuk anak-anak". Berangkat darisana, untuk menjadi bagian dari masa depan haruslah 'melek' tidak hanya melek teknologi tapi melek informasi dan jangan menutup telinga, begitupula islam menjelaskan betapa sulitnya untuk menjadi pendengar yang baik karena kebanyakan lisan yang sering mengambil andil.
Baca Juga Menikah di Usia Muda, Why Not?
Ini bukan sekedar beruntung atau orang Sunda bilang 'milik' tetapi apa yang ada adalah apa yang diikhtiarkan. Hari ini kita tahu berpa uang yang harus dikeluarkan untuk mengikuti Konferensi Internasional terlebih jika bekerjasama dengan negara-negara lain, setidaknya sahabat harus mengeluarkan kocek sebesar "Rp 6.500.000,00 sampai Rp 15.000.000,00" dan itu belum termasuk biaya penginapan, makan dan transport. Dan penulis berkesempatan mengikuti Internasional Konferensi plus Workshop yang semua biaya ditanggung oleh penyelenggara. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, Assosiation Woman Studies dan Komnas Perempuan yang akan diselenggarakan pada 27-28 April 2018 1st Floor Widya Graha Building LIPI Jakarta, Indonesia.
Nama kegiatannya adalah International Conference and Workshop on Gender yang mengangkat tema Women's Leadership and Democratization in The 21 Century Asia. Kegiatan ini melibatkan Narasumber dari negara-negara di Asia dan diikuti oleh negara-negara yang ada di kawasan Asia.
Kegiatan ini membahas mengenai; Kepemimpinan perempuan menonjol di Asia. Banyak faktor, seperti posisi perempuan yang relatif tinggi di masyarakat, hak ekonomi yang sama, sifat pelengkap tugas pria dan wanita, ikatan keluarga, dan dinasti politik, adalah beberapa faktor yang diyakini dapat menjelaskan fenomena tersebut. Namun, faktor tersebut tidak lagi cukup untuk menjelaskan peningkatan lebih banyak pemimpin wanita Muslim di Asia di bawah demokratisasi dan peningkatan Islamisasi di abad ke-21. Analisis komprehensif diperlukan untuk mengungkap keadaan terkini dari seni kepemimpinan perempuan di Asia abad ke-21.
Meningkatnya kepemimpinan perempuan di abad ke-21 di Asia telah disekitarnya dengan ekonomi sosio global dan transformasi politik. Dari awal 1970an sampai akhir 1990an negara-negara di Asia Tenggara mengubah ekonomi mereka yang menghasilkan kinerja pertumbuhan ekonomi yang sangat baik di kawasan ini. Krisis keuangan 2008 mengubah konfigurasi kekuatan global. Sementara sebelumnya lokus kekuatan politik dan ekonomi ada di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat, sekarang berayun ke China, India, negara-negara Asia Tenggara, dan kawasan Asia Pasifik. Di bawah arsitektur global yang baru, negara-negara Asia melanjutkan demokratisasinya, salah satunya ditandai dengan meningkatnya tren kepemimpinan perempuan, di tingkat nasional, lokal dan akar rumput. Kepemimpinan dalam pengertian ini mengacu pada tidak hanya wanita yang memegang posisi politik resmi, tapi juga wanita yang menjadi pemimpin dalam kehidupan sehari-hari, dalam keluarga dan masyarakat.
Di luar perkembangan positif ini, kita menyaksikan lebih banyak tantangan yang dihadapi wanita di Asia Abad 21. Beberapa diantaranya adalah: konflik sosial antar negara dimana perempuan dan anak sering menjadi korban, meningkatnya ancaman terorisme dan radikalisme, diskriminasi terhadap perempuan atas nama agama dan moralitas, feminisasi kemiskinan, kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak, meningkatnya risiko perubahan iklim , adaptasi perempuan / laki-laki / anak terhadap perubahan keluarga akibat urbanisasi Asia, meningkatnya masalah kesehatan reproduksi, dan meningkatnya kasus perdagangan perempuan sebagai konsekuensi kebebasan bergerak di bawah ASEAN Economic Community (AEC), dan tantangan untuk mendapatkan keuntungan dari sains, teknologi dan doa (IMS). Secara normatif, pemimpin perempuan (internasional, nasional, lokal) yang terpilih dalam demokratisasi dua puluh Asia abad pertama diharapkan menyadari memiliki perspektif gender untuk mengatasi tantangan kontemporer tersebut.
Kegiatan ini pun bertujuan Untuk memahami fitur kepemimpinan perempuan dan demokratisasi di abad ke-21 Asia. Untuk memahami konsep demokratisasi dari perspektif perempuan untuk membedakannya dari perspektif kelembagaan demokratisasi. Mengumpulkan pengalaman empiris kepemimpinan perempuan dan demokratisasi di Asia Abad 21 dari berbagai negara. Untuk memahami isu-isu umum perlu ditangani oleh pemimpin perempuan di Asia abad ke-21. Merumuskan strategi untuk memastikan pemimpin perempuan memiliki perspektif dan kebijakan gender.
Pada titik ini, ada beberapa pertanyaan yang perlu dijawab untuk mengungkapkan keadaan seni kepemimpinan dan demokratisasi wanita saat ini di abad ke-21 Asia:
1. Apa ciri kepemimpinan perempuan (pemimpin perempuan dalam posisi politik resmi, dan juga pemimpin wanita dalam kehidupan sehari-hari) yang muncul dalam demokratisasi di Asia abad ke-21?
2. Berdasarkan pengalaman dan pengetahuan mereka, apakah demokratisasi menurut perempuan di Asia?
3. Isu inti apa yang harus dihadapi oleh para pemimpin perempuan di seluruh negara di Asia?
4. Apa strategi untuk menumbuhkan kebijakan responsif gender?
Dari beberapa sub tema tersebut, penulis berkesempatan menjadi pembicara (presenter) dengan mengangkat Democratization of Women Educated Toward Family Change in the 21st Century of Asia, yang menjaelaskan demokratisasi perempuan terdidik (baca: berpendidikan) dalam perannya, pengaruhnya terhadap perubahan keluarga di Abad 21 Asia sebuah dedikasi untuk keluarga dan anak-anak dari calon ibu yang mengikhtiarkan yang terbaik karena mendidik anak dimulai sejak dalam kandungan.
Hari ini apa kontribusimu untuk Indonesia? Jika terlalu berat, apa kontribusimu untuk keluarga? Baiklah yang lebih sederhana, apa kontribusimu untuk diri sendiri? Hanya sebuah pertanyaan memang benar, apakah sahabat ingat tentang Albert Einsten? Ya, seseorang yang sangat menginspirasi, seseorang yang pernah berkata,"Lebih dari seratus kali dalam sehari saya mengingatkan diri saya, bahwa saya karena hasil kerja keras orang lain, baik yang masih hidup maupun yang sudah mati, maka saya harus bekerja untuk memberikan sesuatu yang sebanding dengan yang telah dan yang masih saya terima hingga hari ini".
Lalu bagaimana denganmu? Apakah sahabat sempat terpikir atau sama sekali tidak terpikirkan dan yang ada adalah "yang penting saya senang saya bahagia saya bebas melakukan apa yang saya suka" benarkah? Dan saya berharap tidak begitu.
Tentang apapun dan bagaimanapun acapkali kita mendengar sesuatu yang besar dimulai dari hal yang kecil atau seribu langkah dimulai dengan langkah pertama. Iya benar, sejatinya segalanya bermula dari hal-hal kecil dan mungkin sepele tapi tidak kita pedulikan. Benar, semua orang memiliki mimpi-mimpi, tapi tidak semua orang merawat mimpi-mimpinya.
"Cobalah untuk tidak hanya berusaha menjadi orang sukses, tapi berusahalah untuk menjadi orang bernilai," itu kata Einsten. Kita memiliki mimpi-mimpi dengan orientasi mutlak 'sukses' sekarang mari kita tambahkan, selain 'sukses' tetapi juga 'bernilai', dan tentunya dimulai dari diri sendiri.
Sahabat memiliki mimpi, lalu apakah sahabat merawatnya? Kontribusi untuk diri sendiri adalah menjadi orang atau sesuatu yang bernilai dan merawat apa-apa yang telah ditetapkan menjadi mimpi-mimpi besar tentunya. Bermimpilah setinggi-tingginya, tidak ada yang salah dengan mimpimu hanya saja kamu harus merawatnya dengan mengikhtiarkannya.
Baca Juga Tips Menulis Puisi
Baca Juga Tips Menulis Puisi
No comments:
Post a Comment