Tuesday, December 31, 2013

Teacher in Mind - The Big Secret of Life

POWER 1
TENTANG PIKIRAN

Sekali-kali menolehlah ke belakang, agar kamu tidak terjatuh di tempat dan  kesalahan yang sama. Menoleh bukan untuk meratapi, tetapi mengambil pelajaran hidup terbesar’’

-Annisa Anita D


POWER 2
KENALI DIRIMU
Merubah paradigma berpikir dari satu pandangan menjadi berbagai pandangan, dari berpikir negatif menjadi pemikiran yang positif.
-Annisa Anita D



POWER 3
PATAHKAN FAKTOR PENGHAMBAT
Musuh terbesar dalam hidupmu adalah sisi lain dari dirimu.
-Annisa Anita D


POWER 4
EKSPLORASI PIKIRANMU
Jelajahi pikiranmu tentang mimpi besarmu. Temukan, tentukan, dan susun strategi untuk sebuah mimpi besarmu. Menentukan karena kamu tidak bisa hidup dalam ribuan pilihan, dan kamu tidak akan bisa menggapainya tanpa strategi yang cerdas.
-Annisa Anita D


POWER 5
LUKIS MIMPI BESARMU
Tinggalkan jejakmu dan sejarah akan menulis dengan tinta emasnya.
-Annisa Anita D



Thursday, December 19, 2013

SENARAI CINTA, MAHAR UNTUK ANNISA

Halimun di pagi ini masih terasa kentara. Musim panas telah datang membawa alur cerita baru. Trem telah sampai di pemberhentian yang dituju oleh Althaf. Berbeda dari biasanya selepas shalat subuh ia menuju Semenanjung Mornington menggunakan trem, salah satu transportasi umum di Melbourne.
Althaf adalah mahasiswa internasional Aussi yang baru di wisuda pasca sarjana beberapa pekan lalu. Rencananya pekan depan ia pulang ke tanah air. Di semenanjung Mornington, dua bola matanya tak henti melepas pandangan. Pedesaan tepi laut yang indah dan keindahan pantai yang memanjakan matanya. Jika biasanya ia mengunjungi galeri dan taman nasional di Semenanjung Mornington, kali ini ia lebih memilih mereguk indahnya pesona pedesaan tepi laut dan pantai. Tak ada yang menarik hatinya, hanya saja bathinnya yang mendesah mengkhawatirkan sesuatu. Kini di belakang namanya telah tersandang gelar pendidikan yang dulu ia mimpikan, Akmal Althaf, Ph.d.
Tetapi ada hal yang membuatnya risau, sepulangnya ke Indonesia pasti bunda dan ayah menanyakan kapan ia akan melepas kesendiriannya. Sejak setahun lalu orang tuanya mendesak agar ia segera meminang wanita yang akan menjadi pasangan hidupnya, di usianya yang saat ini menginjak 25 tahun cukup matang baginya untuk menikah. Sekarang Althaf sudah merasa mantap dan siap membangun mahligai rumah tangga yang di mimpikan semua orang. Namun siapa yang akan dipinangnya?, itulah yang membuatnya risau. Selama kuliah di Melbourne, tak ada satu pun wanita yang ia dekati. Begitu pula saat di Indonesia ia tak pernah merajut cinta bersama seorang terkasih, karena keputusannya dulu saat masih mengenyam perkuliahan  S1 Althaf tak ingin menjalin hubungan yang orang sebut pacaran. Bila pun harus ia labuhkan kecintaannya, ia memilih taaruf.


Kausa Senarai Cinta di Pelupuk Surya
Tibalah kepulangannya ke Indonesia, suasana rumah begitu ramai. Tak hanya sanak saudara yang nampak, namun beberapa temannya juga hadir. Bunda dan ayah sengaja menggelar acara syukuran sederhana, dan Althaf tidak mengetahui sebelumnya kalau bunda dan ayahnya akan menggelar acara syukuran atas kepulangannya. Satu persatu semua menyalaminya dan Althaf membalas tangan-tangan tulus yang menyalaminya, terkecuali yang bukan mahramnya. Dalam acara itu hadir juga teman-teman Althaf sewaktu pengajian rutin malam.
Di penghujung acara saat semua membubarkan diri dan berpamitan, ada seorang wanita yang menarik perhatiannya. Althaf mencoba mengingat-ingat, sepertinya ia tak asing dengan sosoknya, entah siapa tapi ia merasa sangat dekat. Esoknya sang ayah meminta Althaf mengantarkan beberapa paket buku ke sebuah yayasan pendidikan karena ayahnya adalah salah satu donatur tetap di yayasan tersebut.
‘’Assalamualaikum. Maaf, ada yang bisa saya bantu, mas?’’, ucap seorang wanita seraya menyapa. Ia adalah salah satu staf pengajar di yayasan tersebut.
Althaf yang mendengarnya segera menjawab salam dan mengangkat pandangannya dari yang awalnya tertunduk menatap layar telepon genggamnya yang bergetar karena sebuah pesan masuk, menjadi tengadah.
‘’Waalaikumsalam Warahmatullah Wabarakatuh..’’, sahut Althaf sambil mengangkat pandangannya.
Bukankah ia wanita yang kemarin membuatku berpikir keras untuk mengingatnya, dan sekarang..oh Allah!, bathin Althaf. Lalu ia menyampaikan maksud kedatangannya dan terciptalah sekelumit obrolan diantara keduanya. Semakin lama, entah kenapa bathin Althaf terasa kian bergemuruh. Sesekali ia mengalihkan pandangannya untuk menjaga pandangan dan syahwat yang bisa datang kapan saja. Usai pertemuan itu Althaf mencari tahu tentang wanita itu, ia enggan menanyakan langsung siapa namanya hanya karena ia lupa dan terlebih Althaf takut menyinggung perasaannya.
‘’Namanya Annisa, kenapa Thaf?. Kamu menyimpan pendar pada gadis itu ya, nak?’’, ujar Ayahnya sambil mendekat duduk di samping Althaf.
Beberapa saat ayahnya menatap lekat Althaf, memperhatikan sikap dan tingkah putera pertamanya. Althaf tak menjawab ayahnya, tatapannya terpaku dan pikirannya melanglang buana. Entah kemana dan apa yang di pikirkannya.
‘’Ya sudah, kalau sudah yakin segera kau pinang dia ya!’’, ucap Ayahnya menggoda sembari tersenyum diikuti tangannya yang menepuk bahu Althaf.
‘’Naam, insyaAllah yah. Althaf segera kumpulkan maharnya jika memang ia bidadari yang Allah takdirkan untukku. Doakan Althaf ya, yah!’’, seru Althaf  pada ayahnya yang telah kembali dari lamunannya.
Saat mengatakannya, tak segores pun raut canda yang menyelimutinya. Althaf menyampaikan pada ayahnya seolah lebih dari kata serius. Ayahnya yang mendengar jawaban puteranya segera meraih lengan anaknya yang pamit dan beranjak sambil mendekap mushafnya.
‘’Sungguh apa yang baru saja engkau ucapkan barusan pada ayah, nak?’’, tanya ayahnya tanpa sedikit pun mengalihkan pandangannya.
Althaf tak menguraikan jawaban  seperti yang diharapkan ayahnya, ia hanya menganggukan kepalanya sembari tersenyum.
Dalam Mihrab Cinta Sang Maha Cinta
Tepat selepas subuh Althaf di dampingi Ibunya dan Almira adik perempuannya, menuju kediaman Annisa dengan mengendarai Toyyota Fortunner milik ayahnya. Althaf menyengaja pergi selepas subuh, karena jika agak siang khawatir Annisa telah pergi mengajar.
Sesampainya di halaman rumah Annisa, Althaf terdiam sebentar. Ia mengatur nafasnya hingga tiga kali. Melihat sikap kakaknya yang mulai salah tingkah Almira langsung menarik lengan kakaknya sampai ke bibir pintu dan mengetuk pintu itu dengan sopan. Dua menit berlalu akhirnya pintu terbuka, entah kebetulan entah memang takdirnya. Yang membukakan pintu adalah Annisa. Setelah di persilahkan masuk pembicaraan pun di mulai.
‘’Nak Annisa, Althaf ini ingin menyampaikan suatu hal kepada nak Annisa. Ayo Nak! silahkan sampaikan..’’, ucap Ibunya sambil meletakkan telapak tangannya di paha Althaf dan menariknya kembali.
Setelah di persilahkan ibunya Althaf mencoba untuk tetap tenang, stay cool dalam istigfhar yang membentenginya. Dan ia pun menyampaikan maksud kedatangannya setelah lebih dulu mengucapkan basmallah dalam hatinya.
‘’Begini ukhti, kedatangan saya kemari adalah untuk meminangmu menjadi bidadari dalam hidupku. Afwan, jika mendadak. Tapi saya tidak ingin hati dan jiwa ini memandangmu dalam ketidak halalan. Bagaimana?’’, ujar Althaf menyampaikan dengan sedikit gugup.
Annisa yang mendengarnya bak tersambar halilintar. Lidahnya kelu harus menjawab apa, lalu ia pamit sebentar dan kembali lagi bersama ibunya. Dibelakang tadi Annisa telah menceritakan kepada ibunya perihal Althaf dan pinangannya.
‘’Antum serius dengan ucapannya?. Apa bukti kesungguhan antum?, yakinkan ana untuk menerima pinangannya..’’, ucap Annisa sambil menggenggam erat tangan ibunya yang tengah duduk di sampingnya.
‘’Ana sudah mempersiapkan maharnya sejak saat bayang-bayang ukhti kerap berkelebat dalam sujudku, rukuku, dan saat rengkuhmu tiba-tiba hadir dalam bayangku membuat kalbu ini tak menentu dan tak terkendali selepas isya selama ribuan detik. Jika memang ukhti bersedia, minggu depan nanti ana siap untuk mengkhitbah’’, jawab Althaf tanpa ingin berlama-lama memandang wajah yang belum halal untuknya.
Mendengarnya, Annisa menitikkan air mata dan memeluk erat ibunya lalu menyatakan dirinya bersedia untuk Althaf pinang. Dan pula Annisa telah mengenal Althaf sewaktu masa pengajian rutin malam. Almira dan Ibunya yang menyaksikan suasana yang haru membiru ikut menangis bahagia.
Tibalah masa yang dinanti, jumat malam selepas isya Althaf menuju kediaman Annisa bersama orang tua, keluarga, dan penghulu. Setibanya disana Annisa dan keluarganya pun telah siap menyambut kedatangan Althaf dan rombongannya. Di mesjid Al-Muhajirin yang jaraknya tak jauh dari rumah Annisa, disanalah sejarah terukir dan para malaikat mendoakan. Ketika kalimat akad yang di ucapkan dalam satu tarikan nafas itu bukan lagi mimpi dan harapan, Althaf mengucapkan kalimat akad itu dalam bahasa Arab dengan lancar tanpa mengulang.
Setelah kata sah bergeming di seluruh penjuru, semua yang menyaksikan tersenyum bahagia, ada yang berpelukan, dan ada pula yang meneteskan air mata bahagia. Resepsi akan di gelar setelahnya, dan dua hari setelah akad Althaf memboyong Annisa ke Mecca kota tersuci bagi umat islam di seluruh dunia, dengan tiket pemberangkatan yang telah disiapkan minggu yang lalu. Di Mecca, di tempat itulah keduanya melaksanakan sunnah Rasullallah sebagai sepasang suami istri. Rambut yang tergerai indah, wajah yang manis dan senyum yang memesona dengan halal Althaf melepas pandangan dan menyentuhnya.
‘’Dik Annisa, Allah telah memilihmu untuk menjadi bidadariku dan ibu dari anak-anakku. Kidung cintaku padaNya berlabuh di dermaga hatimu, mari kita tunaikan dua rakaat dulu kepada sang Maha Cinta..’’, ucap Althaf.
‘’Mmm...’’, desau Annisa yang masih bingung memanggil suaminya.
‘’Panggil saja ‘Mas’, dik. Coba panggil..’’, jawab Althaf dengan pengertian.
‘’Iya, Mas Althaf.. mari kita tunaikan dua rakaat dengan berjamaah, imamku’’, ucap Annisa mencoba mengatasi kegugupan dengan cintaNya.


Tasikmalaya, 07 Desember 2013
Buah pena Annisa Anita Dewi (Ami Kautsar)

3-1-1-7

Kata bertemu kata yang akan engkau baca oleh dua bola matamu yang menawan bukanlah sebuah cerita, tetapi adalah sebuah sejarah yang terlanjur tercatat oleh sejarah itu sendiri dengan tinta emasnya dalam keabadian. Ini bukanlah tentang aku ataupun engkau, bukan tentang mereka juga bukan tentang dirinya. Tapi ini adalah tentang ‘kita’.
Diatas hamparan rumput yang luas dan daun-daun yang senja itu meliuk-liuk terbawa irama angin yang tak tentu arah. Aku di pertemukan dengan dirinya, seseorang yang tak pernah aku ingin mengenalnya. Dan aku memanggilnya FSA. Pelan-pelan aku menjamahnya, karena aku takut jika aku gegabah bagian terdalamnya terluka karena kekeliruanku.
Sampai akhirnya waktu membawaku kedalam cintanya, diluar garis kenyamananku aku menemukan banyak hal dalam dirinya dan aku menemui banyak hati di dalamnya. Para hati yang menemaniku, dengan relanya mereka bersanding denganku. Menjadi jembatan kokoh yang beribu kali dihempas badai, menjadi  bagian dalam sejarah. Bukan hanya lelaki, tetapi kita pun bisa membuktikan kitalah wanita tangguh. Mereka para lelaki adalah kompas meskipun keberadaan mereka transparan
Bukan karena kagumku dan keterpaksaan, tapi Tuhan terlanjur menitipkan FSA padaku. Sungguh..
‘’Aku tidak mau!, tapi kenapa kau memilih bersanding denganku?’’.
FSAku, duhai kasihku.. aku baru saja mengenalmu, tapi karena Tuhanlah satu-satunya alasan yang menjadikan sakitmu adalah sakitku, kegalauanmu adalah masalah besar untukku. Sama sekali aku tak ingin mendengar orang berkata,’’Resahnya seonggok FSA’’. Demi bahagiamu, aku relakan malam-malamku untukmu. Hati yang tak pernah lengah mendengar keluh kesahmu, dan jiwa yang tak pernah ingin kulabuhkan diantara kelelahanku.
Biarkan saja lelahku terkikis waktu untuk melihatmu berbunga. Tanpa pernah lagi aku memikirkan apa yang aku butuhkan untuk aku tetap bernafas dan tersenyum diantara para hati yang menemani.
‘’Dengarlah.. dan kini aku mencintaimu, FSA.. aku pertaruhkan semuanya untukmu, tanpa kecuali hatiku. Menjadikanmu bagian peristiwa besar dalam tahta kehidupanku’’, lirihku sambil terus memandang dirinya yang tegambar diantara dekapan kertas.
Menjelang detik-detik FSA mengakhiri masa metamorfosisnya, tiba-tiba saja dia berkontraksi hebat. Keringat dingin mengguyur tubuhku yang rapuh sampai keujung nadi. Tadinya aku pikir dia ‘Pecah Ketuban’, tapi enggak mungkiiin! Bathinku.
Ditengah kepanikan itu aku mencari pertolongan kesana-sini, tentunya dengan bahasa hatiku agar mereka mau mengulurkan tangannya. Aku kembali menatap FSA, ada pilu dan rasa takut yang mencengkramku erat saat melihatnya terus mengerang, bersimbah darah yang tak berhenti memaksa, dan urat-urat yang memaksanya meregang hidupnya.
‘’Duhai yang terkasih.. hatiku, aku tidak akan membiarkan kecewa tertawa puas memelukmu. Aku akan bersamamu diindah sejarah, dan kita bersanding bersama para hati yang telah membuat kita menjadi berarti...’’, bisik FSA padaku saat aku terlelap disisinya dan bisikannya membuatku terjaga.
Lidahku tak mampu mengatakan apapun, hanya tetesan air mataku yang menjelaskan semua padanya. Melihatnya begitu tabah menjemput indahnya agar aku bisa bersanding dengannya. Setelah lama ia menatapku lekat, ia kembali melanjutkan kata-katanya.
‘’Jika indah kita telah tiba, biarkan aku pergi agar kau bisa mengobati kelelahanmu. Ditahun selanjutnya, aku akan kembali untukmu.. untuk para hati yang telah menemani. Kau bisa pegang janjiku, kasihku..’’, kata FSA lagi.
Mendengarnya, membuatku semakin jadi dan membabi buta ditengah fluktuasi hatiku. Aku tak bisa mengendalikan gejolaknya lagi. Aku membalas tatapannya tanpa sedikitpun menyuguhkan air mataku.
‘’Kenapa kau harus pergi agar aku bisa mengobati lelahku?, kenaapa!!. Tidakkah kau ingin menjadikan aku bagian darimu, meskipun aku bukanlah yang terindah diantara para hati yang menyanding dirimu?. Tidakkah kau mau!, kasihku..?’’, sergahku membadai.
Lalu FSA mengusap kepalaku sambil melemparkan senyum yang merona, dengan halus dia menjawab.
‘’Bukan, bukan... bukan begitu, jika kau cinta padaku. Percayalah.. bukankah Tuhan yang telah mempertemukan kita?, maka Tuhan pulalah yang akan mempertemukan kita kembali. Kita berpisah untuk bertemu kembali, sayang.. percayalah’’, katanya lembut tanpa berani mengecam atau membentakku.
Dan kata-kata terakhir yang diucapkannya tak mampu lagi untukku memandangnya. Aku tertunduk ditengah gerai air mata. Dengan syahdu ia menggenggam tanganku, dan memelukku. saat itu sama sekali aku tak ingin melepaskan pelukannya, dan berharap waktu tidak segera berakhir.
3 adalah tiga kata dari namanya F, S, dan A. 1 pertama melambangkangkan besarnya dirinya dan menyimbolkan satu dari kesatuan para hati yang besar. 1 kedua adalah satu hati satu cinta satu UKM dan satu Aksara. Dan 7 melambangkan kita adalah saudara.

                                                                       
Oleh Annisa Anita Dewi (Ami Kautsar)
Tasikmalaya, 07 November 2013

16:20

Kuring jeung Anjeun

Saban poe, saban peuting
Ngan anjeun..
Anu kabayang
Anu terus diinget

Sorot socana anu endah
Seurina.. Anu ngarobah hate nu nalangsa jadi bungah
Nepika datang hiji wanci
Kuring jeung anjeun silih asih, silih mikacinta

Kanyaah kuring ka anjeun
Moal beak ku tujuh lautan
Moal kiruh,
Sabab hate kuring jeung anjeun

Ibarat bulan jeung bentang

Anu terus sauyunan, marengan peuting nu endah

2012

Spektakuler Helvi Tiana Rosa dan Asma Nadia di FLP dan FOKMA Kuala Lumpur

Islamedia - Forum Lingkar Pena (FLP) Malaysia dan Forum Komunikasi Muslimah Indonesia di Malaysia (FOKMA) menyelenggarakan acara Obrolan Santai Seputar Perempuan (OSSP) pada Ahad, 9 Oktober 2011. Acara yang bertajuk “Sakinah Bersamamu” ini menghadirkan dua penulis wanita ternama dari tanah air, yaitu Helvy Tiana Rosa dan Asma Nadia.

Kedua pembicara yang kakak beradik ini berbagi segudang pengalaman dan resep untuk menjadi penulis produktif kepada para peserta yang memenuhi ruangan Aula Sekolah Indonesia Kuala Lumpur (SIK) di Jl. Lorong Tun Ismail, Kuala Lumpur. Lebih dari 150 peserta menghadiri kegiatan tersebut, yang terdiri dari kalangan ibu rumah tangga, tenaga ekspatriat, pekerja, dan mahasiswa Indonesia yang berdomisili di Kuala Lumpur dan sekitarnya.

Helvy dan Asma menguraikan besarnya manfaat yang bisa diperoleh seseorang dari berkecimpung dalam dunia tulis menulis. Dengan menulis, urat syaraf menjadi lebih rileks dan segar sehingga dapat melepaskan beban pikiran dan menetralisir emosi. Menulis juga dapat menghilangkan stres, keresahan ataupun kesedihan dan menghadirkan kebahagiaan. Sejumlah penelitian menyingkap fakta bahwa menulis bisa menjadi terapi bagi mereka yang menderita penyakit. Bahkan, Fatimah Mernissi menyatakan bahwa menulis bisa mempertahankan kecantikan seorang wanita.

“Dengan menulis, kita akan menjadi ‘abadi’, karena tulisan tak akan pernah hilang ditelan waktu,” tambah Helvy. Oleh karena itu, kita perlu menuliskan sesuatu yang positif dan bernilai sebagai kontribusi dan warisan kita untuk kemaslahatan umat manusia.

Kedua penulis juga memberikan tips dan trik untuk mengembangkan potensi menulis kaum wanita. Yang terpenting adalah melandasinya dengan niat karena Allah dan untuk berbagi ilmu dengan orang lain. Kemudian, perlu meluangkan waktu khusus untuk menulis setiap hari dan berkomitmen menjaga konsistensinya. Namun, hendaknya tidak perlu memaksakan diri ketika kehilangan inspirasi. Khusus bagi penulis pemula, kompleksitas tata bahasa atau EYD, juga kaidah sastra, hendaknya tidak terlalu dihiraukan.
(Abu Nabila)


Ordinary

7 Cara untuk Ibu Hindari Stunting: Penderita Stunting Indonesia 35,6% Melebihi Batas Maksimal

Hati-hati pada stunting terutama pasangan muda! Beberapa hal yang sederhana namun sangat penting dan berpengaruh acapkali diabaik...