Masih hangat diperbincangkan tentang kejadian yang
belum lama ini terjadi mengenai radikalisme, hal yang membuat semakin miris
radikalisme tersebut dilakukan melalui keluarga dan remaja yang sedang
menuntut ilmu di perguruan tinggi dijadikan sebagai medium radikalisme.
Berbagai respon ngeri dimunculkan oleh berbagai kalangan terutama keluarga yang
khawatir akan putera-puterinya.
Saat ini seluruh media terus menayangkan proses dan
tindak lanjut atas terjadinya radikalisme yang belum lama ini terjadi. Berbagai
lembaga, institusi, pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat mengecam dan
menolak tindakan radikalisme. Kejadian ini tentu saja menjadi tamparan keras
dan kekhawatiran yang sangat besar bagi Ayah dan Ibu terhadap anak-anak.
Faktor-faktor
yang memicu Radikalisme dan Intoleransi
Banyak sekali faktor-faktor yang dapat memicu
radikalisme dan intoleransi, baik faktor internal maupun eksternal. Faktor eksternal
dimulai dari lingkungan sekitar anak, dapat di sekolah, teman bermain, teman
les, ataupun media komunikasi dan internet. Usia anak adalah saat-saat yang
rentan untuk dapat dengan mudah terpengaruh, terlebih lagi diusianya akan lebih
mudah percaya terutama kepada teman-temannya daripada orang tua. Tidak sedikit
anak-anak yang lebih mempercayai teman-teman daripada orang tuanya, hal itu
memang wajar karena merupakan bagian fase dalam perkembangannya.
Namun, lebih baik lagi jika Ayah dan Ibu dapat
bersikap proaktif dan memposisikan diri tidak hanya sebatas anak dan orang tua,
tetapi sebagai teman, sahabat atau teman sharing
sehingga anak memiliki keterbukaan yang lebih besar kepada Ayah dan Ibu. Sikap
ini penting karena dapat mengambil hati atau membuat anak lebih mempercayai
orang tua. Dengan sikap keterbukaan anak yang penuh, Ayah dan Ibu pun akan
lebih mudah mengetahui dan mengontrol anak.
Media
Komunikasi dan Internet dapat sangat cepat mendoktrin anak
Media komunikasi dan internet merupakan medium yang
dapat sangat cepat memberikan pengaruh kepada anak, doktrin-doktrin dapat
dengan mudah disebarkan melalui media sosial, meme, video singkat ataupun status-status dan pemberitaan yang
dapat mencuci otak anak. Melalui media komunikasi dan internet juga anak akan
lebih mudah mendapat ajakan dan tawaran dengan iming-iming atau hadiah
menjanjikan untuknya yang membuat tergiur, dan hal ini sangat berbahaya jika
tidak segera ditindak lanjut. Memberikan kenyamanan dan fasilitas untuk anak
memang sebuah keharusan, tetapi ikut andil dengan mengawasi dan memberikan
arahan seringkali terlupakan oleh Ayah dan Ibu.
Radikalisme sendiri menurut KBBI adalah aliran
yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara
kekerasan atau drastis,
sedangkan Intoleransi dalam KBBI adalah ketiadaan tenggang rasa. Belum lama dan
acapkali terjadi tindakan Radikalisme dan Intoleransi yang mengatas namakan
agama dengan berbagai alasan seperti “jihad” padahal dalam agama sendiri sikap
tersebut sangat dilarang, sehingga banyak sekali pemuka agama yang ikut andil
menerangkan serta mengklarifikasi tindakan Radikalisme dan Intoleransi dengan
mengatas namakan agama adalah perbuatan yang tidak selayaknya dan hal itu
mencoreng agama bahkan menimbulkan perpecahan umat.
Andil
Ayah dan Ibu menyikapi Radikalisme dan Intoleransi
Menyikapi bahaya dan pengaruh Radikalisme dan
Intoleransi terhadap anak-anak yang masih rentan menerima informasi, doktrin
dan pengambilan keputusan, Ayah dan Ibu dapat mengambil andil dalam mendidik
anak-anak dengan menanamkan nilai-nilai moral dan keagamaan yang sesuai dengan
kaidah secara rutin dan berkesinambungan, hal ini disebut juga proses
memengaruhi secara faktor internal yang positif. Sehingga tidak hanya
mengandalkan pendidikan dan arahan dari sekolah saja, sikap dan pencegahan Ayah
serta Ibu yang dilakukan dapat menjadi prinsip yang membekali anak-anak secara
internal.
Dilansir dari sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id
juga memberikan trik untuk orang tua dalam menangkal Radikalisme dan
Intoleransi SARA (Suku, Agama, Ras antar Golongan) pada anak dan remaja yang
dapat menjadi pegangan untuk Ayah dan Ibu dalam mendidik anak, sebagai berikut:
1.
Mengizinkan dan membuka topik mengenal SARA dan toleransi
dalam diskusi dalam rumah sehari-hari;
2.
Mendidik anak untuk mengenal etika dalam mengungkapkan pendapat dan berkomentar Topik
SARA di media sosial yang berpeluang menimbulkan kesalahpahaman dan
perseteruan;
3.
Ekspos pemahaman anak mengenal budaya dan mengunjungi pameran atau event yang bertemakan
budaya sebagai aktivitas keluarga;
4.
Bisa diskusi kepada anak mengenal dampak radikalisme
terhadap SARA yang
terjadi di Indonesia, latih anak berpikir kritis dan tekankan penanaman solusi
yang terbaik dalam menghadapi perbedaan pandangan terhadap SARA;
5.
Rayakan hari besar budaya dan agama yang dianut selain
mendidik anak bertoleransi, identitas budaya dan agama masing-masing perlu
dihormati dan rasa syukur.
Dalam momen spesial ini anak dapat diajarkan nilai-nilai luhur dari aktivitas
perayaan hari besar agama yang dianutnya. Begitupun anak perlu untuk
menghormati hari besar budaya dan agama lain dapat membuat aktivitas prakarya
kartu ucapan untuk diberikan kepada teman yang sedang merayakan;
6.
Take
Action, khusus untuk
usia remaja, anak dapat diberikan kesempatan untuk mengambil peran dalam
implementasi konsep toleransi SARA. Semisal mendesain atau menggambar poster,
menulis artikel opini untuk dikirimkan ke penerbit, mengungkapkan pendapatnya
saat acara keluarga dan lain sebagainya;
7.
Menanamkan nilai kebhinekaan kepada anak-anak sebagai
kekuatan bangsa Indonesia di mata dunia. Contohnya memperkenalkan kekayaan budaya di negara
Indonesia, adat istiadat, karakteristik agama yang dianut, busana daerah,
bahasa daerah, rumah adat dan sebagainya. Tekankan landasan Bhineka Tunggal Ika
sebagai media persatuan berbagai budaya dalam membentuk negara Indonesia;
8.
Menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
sehari-hari. Orang tua
perlu mengidentifikasi dan memahami nilai-nilai Pancasila dan secara kreatif
mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Delapan poin trik untuk orang tua dalam menangkal
Radikalisme dan Intoleransi SARA (Suku, Agama, Ras antar Golongan) pada anak
dan remaja dapat dijadikan kiat-kiat untuk membantu Ayah dan Ibu dalam mendidik
anak-anak dalam andil terbesar dalam kehidupannya pun sebagai keluarga
(pendidikan pertama dan utama adalah keluarga).
Dalam praktik atau implementasinya tentu saja trik
tersebut dilakukan secara bertahap dan perlu pembiasaan, sehingga terasa
mengalir dan lebih efektif. Ayah dan Ibu dapat mengaplikasikan dengan perlahan
dan bertahap supaya anak tidak terkesan dicekoki, syok culture yang mungkin bisa terjadi. Setelah diaplikasikan secara
bertahap, maka selanjutnya adalah pembiasaan sehingga dapat terus berlangsung
secara berkesinambungan.
Baca juga 9 Pilar Pendidikan Karakter
Baca juga 9 Pilar Pendidikan Karakter
Lebih lanjut lagi andil Ayah dan Ibu dalam mendidik
anak-anak akan memberikan dorongan tersendiri yang membuat anak lebih
berprestasi, selain itu juga dapat menekan berbagai kemungkinan negatif yang
ditimbulkan oleh faktor eksternal, misalnya pergaulan yang bebas. Tidak hanya
dapat menangkal Radikalisme dan Intoleransi, Ayah dan Ibu pun dapat menjadi
wadah bagi anak dalam menyalurkan minatnya sehingga dapat terarahkan dan
terfasilitasi. Selain interaksi di dalam keluarga, Ayah dan Ibu pun dapat
bekerjasama dengan berkomunikasi kepada guru atau pihak sekolah dalam memantau
perkembangan anak.
#SahabatKeluarga (Annisa
Anita Dewi)
Referensi
https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/uploads/Infografis/5797_2018-05-15/Info%20Radikalisme.jpg
Referensi Foto
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20180515104408-284-298275/peran-keluarga-untuk-tangkal-sebaran-radikalisme-pada-anak
Referensi Video
https://www.youtube.com/watch?v=BVqp5II-egg
No comments:
Post a Comment