Tuesday, August 28, 2018

Tips Merawat Bayi Baru Lahir dan Mengobati Pipi Lecet pada Bayi


Perawatan bayi pada zaman sekarang sangat berbeda dengan terdahulu yang masih tergolong konvensional. Saat ini banyak sekali ibu muda yang mengeluhkan kesehatan dan perawatan bagi bayi baru lahir. Perasaan khawatir seringkali muncul ketika bayi menangis tidak seperti biasanya.
Bermula dari pengalaman saya saat bayi saya yang baru berusia 3 minggu pipinya lecet dan berwarna kemerahan seperti luka bakar. Saat itu saya sangat panik dan berkonsultasi dengan para orang tua. Usut punya usut pipi bayi yang lecet dan kemerahan seperti luka bakar tersebut disebabkan oleh ASI (air susu ibu) saat menyusui.

Para orang tua menyarankan untuk memakai boorwater dan bedak salicyl sampai diberi minyak keletik, namun setelah sharing dengan para ibu muda yang mengalami masalah yang sama terhadap bayinya menyarankan untuk diberi minyak keletik karena lebih ampuh, bebas bahan kimia atau zat yang membahayakan karena minyak keletik dibuat secara alami dan manual.

Sedangkan saat konsultasi ke ahli medis seperti dokter dan bidan menyarankan untuk membasuh muka bayi terutama sekitar pipi dengan air hangat lalu dikeringkan dengan lap atau kapan yang lembut. Ahli medis sangat tidak menyarankan penggunaan bedak bayi pada bayi baru lahir disebabkan zat yang terkandung dan kondisi bayi yang masih sangat sensitif.

Pada akhirnya saya menggunakan minyak keletik yang dioleskan pada pipi atau bagian yang lecet secara rutin setelah mulai mengering lecetnya dan yang tersisa kemerahan yang seperti luka bakar saya mengolesi krim Pi Kang Suang dari resep dokter secara rutin. Tidak berselang lama dalam waktu satu minggu luka lecet dan kemerahan seperti luka bakar pada bayi saya berangsur-angsur hilang dan sembuh.

Perlu diperhatikan lecet pada pipi bayi selain diakibatkan oleh ASI juga diperparah dengan gesekan tangan si kecil yang memainkan tangannya di sekitar wajah. Maka dari itu sangat perlu diperhatikan aktivitas bayi yang seringkali menggesek atau menggaruk tangannya ke sekitar wajah.





Referensi Gambar
https://www.aryanto.id/artikel/id/478/tips-cara-merawat-bayi-baru-lahir-sendiri-agar-tetap-sehat

Tuesday, August 14, 2018

Kenali Karakter Anak, Be Good Parent!


Pada dasarnya setiap anak memiliki karakter yang berbeda-beda, beda anak beda karakter maka berbeda pula penanganannya. Karakter terbentuk melalui proses pembelajaran yang panjang, berbeda halnya dengan bakat yang diperoleh sejak lahir. Saudara sekandung bahkan anak kembar sekalipun sedikitnya memiliki karakter yang berbeda satu sama lain, sehingga tidak bisa diperlakukan dengan sama.
“Be good parent” adalah impian semua orang tua, sedangkan disisi lain tidak dipungkiri banyak anak yang tidak selaras dengan orang tua yang ditandai dengan penentangan dari anak, sikap keterpaksaan, kecewa dan sedih karena harus mengikuti tuntutan atau kemauan orang tua yang tidak sejalan dengan keinginan anak, namun disisi lain anak takut untuk mengungkapkannya. Perlakuan Ayah dan Ibu yang bertentangan dengan karakter anak merupakan hal yang kurang baik karena dapat berdampak pada psikologis dan sosiologis anak serta membatasi kreativitas dan perkembangan anak.

Ayah dan Ibu selayaknya memperlakukan buah hati sesuai dengan karakternya dengan terlebih dulu mengenal karakter anak. Ada berbagai jenis karakter jika dirunutkan Ayah dan Ibu sangat akrab namun demikian Ayah dan Ibu terkadang tidak mengenali karakter yang mana yang dimiliki oleh anak. Pendiam, penakut, rajin, tamak, jujur, bijaksana, ceria, penyayang, pemaaf dan pemarah merupakan jenis-jenis karakter yang penting untuk Ayah dan Ibu dengan peka mengenalinya dalam diri anak.

Be Good Parent, Kembangkan Potensi Anak Melalui Keluarga
Selain di sekolah, Ayah dan Ibu dapat mengembangkan potensi-potensi anak melalui pemanfaatan keluarga. Jika ditelisik lebih dalam Ayah dan Ibu memiliki waktu yang lebih lama bersama anak daripada waktu anak saat di sekolah, hal itu menjadi kesempatan emas untuk Ayah  dan Ibu dalam mengoptimalkan perannya sebagai Ayah dan Ibu dalam mendampingi perkembangan anak sesuai dengan karakter anak.
Mengembangkan potensi anak sesuai dengan karakter anak akan memperoleh hasil yang lebih memuaskan terutama bagi anak, bahkan anak akan belajar menerima risiko karena apa yang dilakukannya sesuai dengan keinginannya. Ada beberapa kiat untuk Ayah dan Ibu dalam membangun suasana yang menyenangkan di rumah supaya dapat mengembangkan potensi anak menurut Sikhah dilansir dari website Sahabat Keluarga Kemdikbud, mengemukakan 5 kiat-kiat berikut ini:
Pertama, dampingi momen perkembangan apapun yang dialami anak, misal ketika anak mulai dapat berbicara, mengucapkan kata “mama” “papa” “maem”. Jika sudah mampu mengucapkan beberapa kata sederhana, orang tua dapat menambah perbendaharaan bahasanya. Pancing anak untuk bercerita secara sederhana dengan memberi pertanyaan sederhana. “Ini apa?”  “Siapa nama kamu”.
Kedua, menciptakan suasana yang nyaman dan menyenangkan di dalam keluarga. Anak akan mampu mengembangkan potensinya dengan baik, jika transfer informasi diberikan dalam keadaan nyaman dan menyenangkan. Bermain adalah dunia anak. Dengan bermain anak-anak dapat belajar tentang bahasa, sifat sosial dan belajar lainnya.
Ketiga, orang tua dapat mengatur jadwal khusus dalam mendampingi anak belajar. Belajar mengenal lingkungan sekitar dapat dilakukan dengan cara mengajak anak ke tempat kebun binatang atau ke pasar.
Keempat, membiasakan sapa salam dan senyum di dalam keluarga. Kondisi yang penuh kehangatan di dalam keluarga akan menumbuhkan kenyamanan pada anak.
Kelima, biasakan menggunakan kata-kata positif di lingkungan keluarga. “Kamu hebat” “Kamu anak baik” dan lain sebagainya. Kalimat yang membangun semangat dan rasa ingin tahu anak akan membuat anak tumbuh menjadi pribadi yang kuat, santun dan lebih percaya diri. Semoga bermanfaat.
Selain kiat-kiat di atas Ayah dan Ibu dapat membangun suasana nyaman dan menyenangkan saat mengembangkan potensi anak sesuai dengan karakternya dengan berbagai metode lain yang sesuai.
Multiple Inteligence; Jangan Paksa Anak Mengikuti Kehendak Ayah dan Ibu
Howard Gardner mengemukakan bahwa setiap individu memiliki kecerdasan yang berbeda-beda, sehingga Ayah dan Ibu tidak harus memaksakan kehendak kepada anak dengan menuntut “ini” dan “itu”  sesuai dengan kemauan Ayah dan Ibu. Cobalah kenali karakter anak dan dengarkan bagaimana keinginannya, dengan begitu Ayah dan Ibu lebih mudah mengetahui kepribadian dan jalan yang akan dituju oleh anak. Selain itu, Ayah dan Ibu dapat memberikan arahan untuk membimbing anak memperoleh yang terbaik. Jikapun Ayah dan Ibu memiliki kemauan terhadap anak, cobalah melakukan pendekatan, penggambaran sehingga anak dapat memilih sendiri mana yang lebih baik dan cocok untuknya.

Dukung Potensi Anak dan Dampingi Ketika Kekalahan Menghampirinya
Hitam-putih kehidupan begitu halnya dengan kemenangan dan kekalahan yang pasti ada dalam setiap sisi kehidupan. Menang atau kalah itu adalah risiko setiap orang, namun berbeda halnya dengan seorang anak. Saat kekalahan menghampirinya banyak sekali kemungkinan yang dapat terjadi pada anak, seperti kecewa yang berujung menyalahkan diri sendiri atau merasa takut saat memperoleh kekalahan, yaitu takut jika orang tuanya di rumah memarahinya. Hal itu tidak asing lagi terjadi karena umumnya orang tua secara tidak langsung menuntut anak sederhananya dengan kalimat “Kamu harus menang ya!” atau jika kalah “Kenapa kamu kalah dari dia? Ayah dan Ibu kecewa!” ucapan-ucapan tersebut membuat dogma dan ketakutan dalam diri anak sehingga terganggu secara psikologisnya.
Maka dari itu penting bagi Ayah dan Ibu untuk mengenali karakter anak, mendukung potensi sesuai karakternya dan mendampinginya ketika anak menemui kekalahan atau tidak memperoleh seperti apa yang diharapkan. Misalnya ketika anak mengikuti perlombaan dan ia sangat menginginkan menjadi pemenang, sedangkan hasilnya ia kalah. Ayah dan Ibu mengenali karakter anak tersebut sebagai pemberani dan jujur, Ayah dan Ibu bisa mengatakan kalimat yang melegakan hatinya tanpa membohonginya, seperti “Tidak apa-apa belum saatnya, anak Ayah dan Ibu hebat sudah berani ikut lomba dan jujur dalam bertanding. Itu luar biasa!”
Dilansir dari Websitre Sahabat  Keluarga Kemdikbud, Endah mengemukakan alternatif yang bisa dilakukan Ayah dan Ibu, berikut ini bisa menjadi cara atau alternatif yang bijak menyikapi kegagalan anak kita  :
(1)     Besarkan hatinya. Ketika anak mengalami kegagalan, hibur dia dengan kata-kata seperti: ”Tidak apa-apa yang penting Adik sudah berusaha!” atau ”Tenang, masih ada kesempatan lain. Besok kita cobalagi, ya! Kata-kata sederhana itu adalah penghiburan paling menenteramkan baginya yang sedang kecewa; (2) Berikan quality time. Berikan waktu khusus pada si anak untuk menenangkan hatinya dan bercerita. Hal itu akan membuatnya lebih mudah menerima kegagalan karena merasa ditemani. Ajak dia bercerita, tetapi jangan buru-buru memaksanya mengungkapkan kekecewaannya. Jika sudah benar merasa nyaman dan menerima, anak akan menceritakannya sendiri pada orang tua; (3) Ajak evaluasi. Ketika anak sudah bisa berdamai dengan rasa kecewanya, ajak dia mengevaluasi kegagalan kemarin. Hal itu akan mengajarkan anak untuk naik satu tingkat lebih baik. Seperti kata pepatah ”Pengalaman adalah guru terbaik.”  Jadikan pengalaman kemarin sebagai motivasi untuk berusaha lebih baik lagi.

#SahabatKeluarga (Annisa Anita Dewi)


Referensi
https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/index.php?r=tpost/xview&id=4744


Referensi Foto
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20180515104408-284-298275/peran-keluarga-untuk-tangkal-sebaran-radikalisme-pada-anak


Sunday, August 05, 2018

Begini Karier Tertinggi Wanita Menyikapi Tantangan Morat-marit Mendidik Anak


Banyak sekali tantangan yang harus dihadapi dalam mendidik anak di era ini. Hal yang tampak biasa namun sebenarnya sangat tidak biasa dan tidak seharusnya, untuk ke sekian kalinya kebiasaan orang tua saat ini yang seolah menyerahkan tanggungjawab secara penuh dalam proses perkembangan pendidikan dan proses mendidik di dalamnya kepada pihak sekolah. Perkembangan anak di era ini menjadi tantangan tersendiri bagi orang tua dalam mendidik anak dalam berbagai sisi, seperti spiritual, perhatian atau kasih sayang, ketegasan, secara akademik hingga inovasi dalam mendidik yang disesuaikan dengan karakter dan kebutuhan anak.

Menapaki Karier sebagai Seorang Ibu adalah Momentum yang Tidak Seharusnya Disia-siakan
Bagi seorang wanita yang telah berumahtangga, memutuskan masa lajang, menikah dan mempunyai anak secara mutlak akan menjadi seorang ibu, sayangnya banyak wanita yang menyia-nyiakan kesempatan menjalankan peran terbaiknya sebagai seorang ibu. Tentu saja selama di sekolah anak akan memeroleh didikan, namun proses mendidik tersebut perlu disempurnakan oleh Ayah dan Ibu sebagai orang tua. Bukan rahasia umum lagi jika keluarga merupakan sekolah pertama dan pendidikan utama bagi anak.
Perilaku imitasi bagi seorang anak dalam psikologi perkembangan merupakan hal yang wajar, tetapi munculnya anak-anak yang latah mengikuti trend atau gaya yang kekinian bahkan sampai hal yang tidak seharusnya di imitasi oleh anak diusianya itu sangat tidak wajar. Hal tersebut sangat memerlukan perhatian serius dari Ayah dan Ibu dalam mendidik anak terhadap perkembangannya ketika anak mengimitasi baik dari televisi, internet, maupun lingkungan di sekitarnya. Terlebih internet dan teknologi digital merupakan media penyebar luas informasi yang mutakhir.
Kesibukan diluar rumah saat ini sangat lumrah bagi seorang wanita hal tersebut acapkali dinamakan “berkarier” atau wanita karier, sehingga dalam proses mendidik dan mendampingi anak tidak semuanya mampu dilakukan secara penuh. Tidak ada yang salah dengan itu, namun perlu diperhatikan keseimbangan peran sebagai seorang ibu untuk anak dan keluarga sehingga dapat tetap memberikan pendampingan dan andil yang besar dalam proses perkembangan anak terutama pada masa golden age sangat sayang jika dilewatkan.
Cermati: Fenomena Wanita sebagai Ibu Berpendidikan Tinggi dan Wanita Karier
Rata-rata saat ini perempuan di Indonesia menyelesaikan pendidikannya hingga Strata 1 (S1), latar belakang pendidikan tersebut sangat berpengaruh pada fase-fase berikutnya yang akan dilakoni, misalnya setelah menikah dan menjadi seorang Ibu. Tidak sedikit wanita-wanita di Indonesia yang begelar sarjana kemudian memutuskan menjadi seorang ibu rumah tangga, hal ini tidak sedikit orang mencibir ataupun melempar kritikan pedas jika pada akhirnya setelah bersusah payah menyelesaikan pendidikan setinggi mungkin lalu memutuskan menjadi ibu rumah tangga.
Meski demikian tidak sedikit juga yang memberikan apresiasinya kepada wanita yang berpendidikan tinggi kemudian memutuskan untuk melakukan perannya sebagai Ibu untuk mendidik dan mendampingi regenerasinya secara paripurna. Jika dicermati lebih dalam lagi latar belakang pendidikan yang tinggi seorang perempuan merupakan dasar atau pondasi untuk mengimbangi dalam mendidik anak-anaknya baik secara intelektual dan spiritual. Pengetahuan dan wawasan tersebut membentuk pola asuh yang lebih baik dalam pmbentukan kepribadian anak dan perkembangan anak. Sedangkan wanita karier, tentu saja tidak serta merta berkarier jika tidak memiliki latar belakang pendidikan yang baik pula. Hanya saja wanita karier memutuskan menghabiskan sebagian besar waktunya untuk aktif dan beraktivitas di luar rumah.
Jika dicermati dengan baik keduanya tidak ada yang salah jika dapat menyeimbangkan sesuai porsinya. Namun perlu diberikan perhatian sebagai wanita karier apalagi di era ini bukanlah hal yang tabu dan bahkan 90% wanita di Indonesia melakoni sebagai wanita karier dengan berbagai alasan tersendiri. Menjadi seorang ibu selain dimatangkan oleh pengalaman tentu perlu pendidikan yang baik untuk dapat merawat kebutuhan anak-anak dan keluarga, memberikan pelajaran baik secara akademis maupun spiritual, dan mampu mengajari anak bersikap serta berbudi pekerti. Sebagai wanita karier selain memenuhi kebutuhan pribadi (baca: cita-cita) dalam berprofesi selayaknya diimbangi dengan memberikan pola asuh dan tetap menjalankan perannya sebagai seorang ibu dalam mendampingi perkembangan anak sehingga tidak ada yang terabaikan, karena setinggi apapun karier seorang wanita adalah yang dapat memerankan seoptimal mungkin sebagai ibu bagi anak-anak dan keluarganya terlebih sebagai upaya menyikapi morat-marit dalam mendidik anak di era ini yang saling menyalahkan ketika anak bersikap
Belajar dari Ryousai Kenbo tentang Dedikasinya Mendidik Anak
Dilansir dari website Sahabat Keluarga Kemdikbud bahwa wanita tradisional di Jepang lebih memilih menjadi ibu rumah tangga ketimbang bekerja, walaupun dari tingkat pendidikan sangat memadai.  Hal itu diperjelas dengan hasil survey yang dilakukan oleh University of California pada 2004, berdasarkan survey tersebut wanita Jepang pada umumnya menganggap mengasuh anak sama halnya dengan merawat tanaman, membutuhkan pemeliharaan secara hati-hati, agar dapat tumbuh dengan baik.
Lebih lanjut lagi dijelaskan, bahwa kaum Ibu di Jepang justru merasa bahagia, tersanjung dan dimuliakan dengan jabatan dan tugasnya sebagai ibu rumah tangga. Bahkan mereka tak segan-segan mengundurkan diri dari karir mereka demi mengasuh dan mendidik sendiri anak-anak mereka di rumah. Berbagai literatur menyebutkan, wanita Jepang yang sudah berumah tangga berambisi menjadi Ryousai Kenbo, yakni mendedikasikan seluruh waktunya untuk mengurus keluarga, terutama mendidik anak-anak mereka. Mereka juga mendedikasikan hidupnya untuk  berbakti kepada suaminya. Suami diibaratkan sebagai kaisar yang harus dipatuhi dan dilayani. Hal itu dilakukan dengan cara menghargai dan menghormati suami dengan baik, dapat menjaga dan merawat diri, bertindak-tanduk tanpa cela, dan selalu bersedia untuk setia dalam mendampingi suami tentunya.
Jangan Marah Jika Suatu Saat Anak Anda Membantah dan Bersikap Keras
Seperti sebuah peribahasa, apa yang kita tanam maka itulah yang akan kita tuai. Begitu halnya dengan anak kita, Ayah dan Ibu jangan marah jika suatu waktu nanti mendapati anak bersikap keras jika sejak kecil Ayah dan Ibu tidak mendampingi dan mendidik anak seperti seharusnya. Peran dan didikan Ayah dan Ibu saat anak masih dini sangat memengaruhi bagaimana perkembangan anak di usia dewasa nanti. Terlebih Ayah dan Ibu adalah orang yang paling banyak menghabiskan waktu bersama anak, sehingga didikan Ayah dan Ibu di rumah jauh lebih menentukan daripada didikan anak saat di sekolah. Banyak sekali yang dapat memengaruhi perkembangan anak seperti lingkungan dan pergaulan, hal itu dapat dikendalikan dengan pola asuh atau didikan yang baik sebagai pondasi yang membangun visi kehidupan anak dalam hal ini Ayah dan Ibu berperan sebagai pemeran utama.
   
#SahabatKeluarga (Annisa Anita Dewi)


Referensi
https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/index.php?r=tpost/xview&id=4748
Referensi Foto
https://tipsperawatancantik.com/tips-mendidik-anak-dengan-pay-tv/


Ordinary

7 Cara untuk Ibu Hindari Stunting: Penderita Stunting Indonesia 35,6% Melebihi Batas Maksimal

Hati-hati pada stunting terutama pasangan muda! Beberapa hal yang sederhana namun sangat penting dan berpengaruh acapkali diabaik...