Menjadi mahasiswa bagi sebagian orang mungkin itu adalah
salah satu dari rentetan mimpi-mimpi besar yang dituliskan dan siap untuk
diceklis, seharusnya demikian. Tidak sedikit yang bilang bahwa faktor
keberuntungan mendominasi. Jika demikian, apakah mereka yang tidak kuliah dan
bukan mahasiswa, tidak beruntung?
foto : ilustrasi suttershock/http://news.okezone.com/ |
Sebagai mahasiswa tidak hanya sekedar mengikuti perkuliahan menjalankan
tugas dan kewajibannya sebagai akademisi, tetapi juga aktif mengikuti kegiatan
di luar perkuliahan yaitu sebagai organisatoris. Sebagai akademisi sekaligus
organisatoris dan keduanya berjalan dengan beriringan, itu luar biasa!
Tapi sayangnya tidak
banyak mahasiswa yang dapat balance antara
tugas akademik dan organisatoris. Ada mahasiswa yang fokus mengejar prestasi
akademik. Ada mahasiswa yang juga terus berkiprah di organisasi.
Faktanya, tidak selalu mahasiswa/ akademisi
yang berjuang mati-matian demi IPK tinggi dan memperoleh IPK tinggi tanpa
berorganisasi itu ‘baik’, pun tidak selalu mahasiswa/ organisatoris yang aktif
berorganisasi dan berkarya tanpa menjaga prestasi di bidang akademik itu ‘baik’.
Benang merah yang dapat kita tarik adalah bahwa sebuah keniscayaan antara
akademik dan organisasi berjalan lurus. Karena akademik itu penting untuk
menjadi modal dan background di level
selanjutnya, tak kalah penting organisasi menjadi investasi dalam pembentukan skill, kematangan sosial, dan survive dalam hidup bermasyarakat.
Mereka yang tidak kuliah dan bukan
mahasiswa, tentu
saja tidak sepenuhnya demikian itu adalah ketidak beruntungan. Bukan menyoal
keberuntungan tapi kerja keras, tekad
yang besar, dan doa menjadi kunci utama. Menurut data Kemdikbud tahun
2015/2016 jumlah siswa yang putus sekolah taraf SMA di Indonesia sebanyak
40.454 siswa. Angka yang sangat fantastis dan jumlah yang tidak sedikit!
Sebanyak 1.423.607 siswa yang lulus menengah atas (Kemdikbud,
2015/2016) realitanya tidak sampai 85% siswa berkesempatan melanjutkan ke
jenjang perguruan tinggi, artinya dari angka 1.423.607 ditambah angka putus
sekolah sama dengan? Ya, dalam jumlah yang tidak sedikit mereka tidak
seberuntung anda yang menyandang status “Mahasiswa”.
Anda mahasiswa? Tidak sedikit dana yang dikucurkan
agar anda dapat duduk di singgasana mahasiswa, dan orang tua yang membiayai anda, atau bagi awardee beasiswa pemerintah yang
membiayai anda. Artinya, anda memiliki
tanggungjawab yang harus diselesaikan. Membuat bangga, itu sudah pasti. Berprestasi?
Harus! Lebih dari itu sebagai social
control, agent of change apalagi bagi awardee
beasiswa, sebuah pertanyaan sedehana; apa yang bisa anda berikan untuk
negeri ini? Setidaknya apa yang telah anda lakukan untuk diri anda selama
menjadi mahasiswa?
Bagi sebagian besar, “mahal” untuk bisa duduk di kelas dan
terlibat organisasi seperti anda saat ini yang akhirnya berakhir menjadi mimpi.
Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor, faktor ekonomi, faktor
dukungan/ motivasi, dan “kesempatan”. Jadi, jangan sia-siakan kesempatan yang
anda miliki. Sebaiknya hindari hal-hal ini:
1.
Mahasiswa Kupu-kupu (kuliah pulang-kuliah pulang);
2.
Mahasiswa Kura-kura (Kuliah rapat-kuliah rapat);
3.
Mahasiswa abal-abal (ngampus, duduk, pulang; belajar engga, ngobrol iya);
Proses yang Mahal
Sebagai mahasiswa apalagi yang notabenenya seorang
organisatoris, selayaknya lebih mampu untuk memposisikan dirinya baik itu
ketika di dalam kelas bersama dosen maupun diluar kelas. Memposisikan diri
seperti apa? Ya, sebagai mahasiswa lebih tertib, memegang teguh prinsip dan
falsafah kehidupan, bersikap santun, berpikir kritis tapi cerdas.
Bagaimana orang lain akan menghormati dan menghargai, jika
anda saja tidak menghargai diri sendiri? Menghargai diri sendiri dapat
dilakukan dimulai dengan menjaga sikap dan tutur kata.
Misalnya, Edward adalah mahasiswa yang aktif berorganisasi
dan hampir semua orang tahu bahwa Edward sangat berkompeten dalam
berorganisasi. Ketika di kelas Edward berceloteh atau bersikap konyol. Ketika Edward
bersikap konyol maka orang lain pun enggan menanggapinya, jika ada yang
menanggapi maka sama konyolnya.
Dapat kita simpulkan, bahwa sikap anda akan mencerminkan
bagaimana orang lain akan memperlakukan anda. Dari cerita tersebut muncul lah
pertanyaan “lalu apa saja yang anda lakukan selama berorganisasi?” apakah
pengaruhnya hanya sesaat atau pada waktu tertentu saja? Tentu saja organisasi merupakan
wadah untuk proses mendewasakan diri dan meng-upgrade skill sehingga anda dibentuk dan apa yang telah diperoleh
melekat di dalam jiwa. Dan itu proses mahal! Jika saja anda menyadarinya. Seharusnya
hal itu berlaku dimana pun anda berada, tidak hanya ketika di dalam organisasi
saja (everywhere, everywhen, anytime).
Berproseslah dengan baik dan menjadi bagian terhebat pada setiap kesempatan yang datang kepada
anda. Anda gagal menjadi mahasiswa jika ada
yang terabaikan antara akademik dan organisasi. Keduanya sama-sama prioritas
tidak dapat terpisahkan untuk mengaktualisasikan diri anda. Dan anda gagal
menjadi mahasiswa artinya anda berhasil, ketika mampu mengukir prestasi yang
seimbang di akademik maupun organisasi.
Jadi, untuk anda yang menyandang mahasiswa belum cukupkan
untuk bersyukur? Belum cukupkah untuk mulai belajar lebih serius memanfaatkan
dan mengaktualisasikan diri di perguruan tinggi? Alasan apalagi, orang lain
yang ingin kuliah tapi tak seberuntung anda loh? Loh ko anda datar-datar saja,
jangan sampai menyia-nyiakan kesempatan!
(AD)
No comments:
Post a Comment