Friday, March 24, 2017

Menjadi Guru di Negeri Gajah Putih Thailand


Kita tidak pernah tahu takdir Tuhan yang manakah yang terbaik untuk kita. Dinamika kehidupan yang terus melangkah kedepan seperti misteri yang tidak akan pernah tepat di prediksi atau sesempurna rencana yang digambarkan. Satu hal yang pasti segalanya sudah diatur sedemikian rupa oleh Sang Pencipta dengan rencana terbaiknya.

Pada Juni 2015 lalu saya berkesempatan mengaplikasikan pengalaman, ilmu, pengetahuan dan wawasan di Negeri Gajah Putih, yang dikenal dengan Negara Thailand. Tidak ada persiapan yang sangat matang. Saya mempersiapkan keberangkatan ke Negeri Gajah Putih kurang lebih selama satu bulan.

Selama satu bulan saya ke sana ke mari mengurus berbagai persyaratan. Adapun paspor adalah bagian yang terpenting dari segalanya. Setelah paspor selanjutnya mempersiapkan Visa. Kesempatan itu datang dengan mendadak tanpa sinyal aba-aba, sehingga saya belum sempat mempelajari bahasa Thai.

Bahasa itu penting, salah satunya sebagai alat komunikasi. Saya mengajar Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Awalnya saya cukup merasa tenang karena saya bisa menggunakan bahasa Inggris. Saat itu saya berpikir demikian karena sampai saat ini Bahasa Inggris adalah English International Language dan sebagai Lingua Franca. Artinya setidaknya mereka dapat menggunakan bahasa Inggris meski sekedar Inggris Pasif.


Hari kedua saya di Negeri Gajah Putih saya sudah dipanggil oleh Guru Besar di Mulnithi Chumchon Islam Seuksa Foundation School Thailand. Saya diberikan rambu-rambu untuk menjadi Guru di sekolah tersebut. Di meja tanpa diameter saya duduk diantara pengajar senior dan Guru Besar di sana. Akhirnya kesempatan saya menjadi Guru di Negeri Gajah Putih diputuskan mengajar di tingkat SD, SMP dan SMA.
Sekali lagi, semua tidak seperti yang direncanakan. Tuhan memahamkan saya dengan long life education. Saya harus mempelajari bahasa Thai, karena mereka lebih banyak tidak mengerti akan bahasa Inggris. Kendala pertama saya adalah bahasa. Seperti yang telah saya peroleh semasa kuliah, saya ingat bahwa sebagai Guru terlebih dahulu kita harus masuk ke dunia anak didik kita untuk mengenal dan memahami lebih jauh dan selanjutnya barulah memperkenalkan atau mengajak mereka ke dunia kita untuk mentransformasikan ilmu dan pengetahuan.

Saya mempelajari bahasa Thai sedikit demi sedikit dimulai dengan pronounciation Phasa Thai. Semuanya dilakukan secara bertahap. Saya belajar pronounciation dengan berbincang atau membuka obrolan dengan anak-anak. Selalu ingat bahwa kita bisa memperoleh ilmu dan pengetahuan dari siapapun, maka dari sekarang singkirkanlah sesuatu yang bernama “gengsi”. Jika anda ingin maju dan berkembang, lupakanlah “gengsi” karena tidak memberikan dampak apapun selain menutup kesempatan untuk mengupgrade kualitas diri. Di Thailand Guru dipanggil dengan sebutan Kru, Achan, Guru dan Kak (bagi Guru Melayu).


Perjalanan saya menjadi Guru di Negeri Gajah Putih saat itu saya tengah menjadi mahasiswa semester 6 di Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Tasikmalaya. Memiliki keinginan semakin kuat dengan di motivasi oleh Ketua Prodi PGSD Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Tasikmalaya, Dindin Abdul Muiz L., S.Si., S.E., M.Pd. dan diberi peluang oleh Ketua Prodi PGPAUD yang pada saat itu sebagai Pembimbing Akademik saya, Drs. Edi Hendri, M.Pd. untuk dapat melakukan penelitian Tugas Akhir Strata 1 di Negeri Gajah Putih. Pada awal Juni 2015 secara resmi menjadi Duta Perguruan Tinggi Indonesia dari Universitas Pendidikan Indonesia dan melaksanakan kegiatan mengajar sebagai bagian dari KKL dan PPL difasilitasi oleh Edutech Consultant.

Menjadi Guru pada realitanya tidak mudah. Karena menjadi Guru bukan bekerja melainkan mengabdi. Perlu kesabaran dan totalitas karena menjadi Guru bukan sekedar mentransformasikan ilmu, tapi juga mendidik. Jika anda menjadikan Guru dengan tujuan bekerja untuk memperoleh kepingan rupiah, sebaiknya rubah mindset tersebut. Karena menjadi Guru bukan sekedar profesi tapi mengabdi, sebagaimana yang termaktub dalam UU No. 20 Tahun 2003.



1 comment:

  1. Kak, pengen nanya nanya dong tentang pengalaman kakak menjadi guru di Thailand

    ReplyDelete

Ordinary

7 Cara untuk Ibu Hindari Stunting: Penderita Stunting Indonesia 35,6% Melebihi Batas Maksimal

Hati-hati pada stunting terutama pasangan muda! Beberapa hal yang sederhana namun sangat penting dan berpengaruh acapkali diabaik...