Sebuah
perasaan yang memaksa. Suka tidak suka, mau atau tidak ramadhan kali ini harus
terpisah dari keluarga dan orang-orang tercinta. Bukan hanya perasaan saja yang
berbeda karena menjalani ramadhan tanpa kehadiran orang-orang yang telah biasa
memberi warna dalam kehidupan sehari-hari, tapi makanan dan kebiasaan yang jauh
berbeda dari biasanya. Jika di Indonesia setiap sore hari orang beramai-ramai
pergi ngabuburit ataupun ketika
hendak sahur dan akan berbuka orang beramai-ramai menabuh bedug, di Negeri
Gajah Putih ini tidak ada hal-hal seperti itu.
Ada
perasaan terpukul yang membekas diingatan, semua yang biasa dilakukan dan di
dapatkan dengan mudah di Indonesia, disini tidak. Sekedar buka puasa bersama di
mesjid pun tidak ada. Sedangkan di Indonesia, nyaris di setiap mesjid pasti
ramai dengan orang-orang yang berbuka puasa bersama. Terkadang diri ini sering
hanya melewatkannya begitu saja. Betapa terlambat menyadarinya, bahwa setiap
momentum itu harus benar-benar di nikmati dan di syukuri. Agar tidak ada
perasaan menyesal yang membekas, ketika telah melewatkannya dan ada dalam
keadaan yang menginginkan momen yang telah berlalu.
Semua
berawal dari tiga pekan lalu, saat aku baru tiba di Negeri Gajah Putih untuk
melakukan Study. Kedatangan pada saat momen yang memberi kesan tersendiri
bagiku, saat harus menemui ramadhan di Negeri Gajah Putih. Tepatnya ramadhan
pertamaku di Negeri Gajah Putih. Berada dibawah langit yang sama, tapi berpijak
di tempat yang berbeda. Makanan di Negeri Gajah Putih ini di dominasi oleh seafood dan daging, sedangkan harga
sayur sangat tinggi. Sekali lagi, mau tidak mau harus bisa menerima dengan
kenyataan.
Perbedaan
waktu dan cuaca memberikan perasaan cemburu. Waktu yang sama dengan Indonesia,
tapi jadwal shalat dan berbuka lebih lama. Jika di Indonesia pukul 17.44 sudah
magrib dan berbuka, di Negeri Gajah Putih ini pada pukul 18.30 pun langit masih
terang benderang. Waktu siang disini lebih lama daripada di Indonesia, sehingga
magrib jatuh pada pukul 18.45. perasaan cemburu semakin merangsek, ketika
banyak message dan status di media
sosial yang mengucapkan “Selamat Berbuka Puasa” sedangkan di Negeri Gajah Putih
masih menunggu waktu untuk berbuka.
Kesan
dan beberapa kejadian tersebut memberikan sentuhan pesan halus, mengingatkan
diri ini untuk selalu berlapang dada, bersyukur dan mencintai tanah sendiri.
Perkara melewati momentum ramadhan di negeri orang, meninggalkan perasaan yang
tak pernah pergi. Mengingatkan akan sejumput gumaman ‘biasanya kalau di Indonesia...’
selalu ada cerita yang hadir yang tak bisa untuk dilupakan.
Annisa Anita Dewi, 23 Juni/Thailand 2015
Annisa Anita Dewi, 23 Juni/Thailand 2015
No comments:
Post a Comment